Pertanyaan
Yang mulia syaikh, kami berharap engkau memberikan nasehat dan pengarahanmu kepada saudari-saudari kami agar dapat komitmen dan berpegang teguh dengan hijab yang syar’i, semoga Allah membalas kebaikanmu?
Jawaban
Kami nasehatkan dan kami wasiatkan kepada saudari-saudari kami di jalan Allah agar senantiasa mengharuskan dirinya untuk memakai hijab dan menutupi aurat, serta tidak menampakkan perhiasan, karena hal ini dapat menjadi fitnah bagi dirinya dan selainnya. Tidak boleh menampakkan sesuatu yang ada pada diri mereka yang dapat menjadi fitnah bagi manusia lainnya, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Apabila kamu meminta suatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 53) Maka yang wajib adalah memakai hijab, karena hal itu lebih membersihkan hati mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 33)
Seorang salaf berkata “Bertingkah-laku seperti orang jahiliyah (Tabarruj) adalah menampakkan kebaikan dan kecantikannya, seperti wajah, kepala, punggung, tangan, dada, ini semua adalah fitnah. Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupi jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 59) Jilbab adalah apa yang dipakai seorang wanita untuk menutupi diri dengannya. Maka yang wajib atas kalian wahai para wanita untuk menutupi diri kalian dengan hijab dan berhati-hati dari fitnah manusia. Wanita harus tertutup seluruh badannya, wajahnya, kedua telapak tangannya, kedua kakinya saat bersama manusia lainnya, atau laki-laki di masjid atau di selain masjid. Mentup diri ketika berada di pasar-pasar, di mobil, dan di pesawat terbang. Semoga Allah memberikan pertolongan.
Ket: Artikel ini dikutip dari buku Petuah-Petuah Syaikh bin Baz yang diterbitkan oleh penerbit Darus Sunnah, halaman 192-93



