Pertanyaan: Apakah Buaya Halal? Dan apa hukum Mengonsumsi Produk yang berasal dari olahan Buaya?
Jawaban: Buaya merupakan salah satu jenis hewan reptil yang hampir sama dengan biawak. Buaya memiliki tubuh dan taring yang lebih dominan. Buaya tergolong hewan buas pembunuh nomor 1 pada daerah rawa, sungai, dan laut. Di Indonesia keberadaan buaya mungkin sudah sedikit berkurang, akibat pencemaran lingkungan. Populasinya berkurang juga karena adanya pemburuan illegal. Ilegal fishing ini membuat jenis hewan satu ini terancam punah. Buaya adalah salah satu hewan reptil peninggalan zaman purba. Buaya sangat dilindungi keberadaannya, walaupun justru kerap membahayakan. Buaya memiliki berbagai jenis; seperti buaya rawa, buaya sungai, buaya laut dan buaya darat. Masing-masing jenis buaya memiliki teknik membunuh yang mematikan. Berdasarkan penelitian, buaya yang paling banyak memangsa manusia adalah berjenis buaya rawa. Buaya memang monster pembunuh, akan tetapi di balik keganasannya, buaya memiliki berbagai manfaat dan khasiat yang banyak.
Buaya merupakan salah satu jenis hewan reptil yang hampir sama dengan biawak. Buaya memiliki tubuh dan taring yang lebih dominan. Buaya tergolong hewan buas pembunuh nomor 1 pada daerah rawa, sungai, dan laut. Di Indonesia keberadaan buaya mungkin sudah sedikit berkurang, akibat pencemaran lingkungan. Populasinya berkurang juga karena adanya pemburuan illegal. Ilegal fishing ini membuat jenis hewan satu ini terancam punah. Buaya adalah salah satu hewan reptil peninggalan zaman purba. Buaya sangat dilindungi keberadaannya, walaupun justru kerap membahayakan. Buaya memiliki berbagai jenis; seperti buaya rawa, buaya sungai, buaya laut dan buaya darat. Masing-masing jenis buaya memiliki teknik membunuh yang mematikan. Berdasarkan penelitian, buaya yang paling banyak memangsa manusia adalah berjenis buaya rawa. Buaya memang monster pembunuh, akan tetapi di balik keganasannya, buaya memiliki berbagai manfaat dan khasiat yang banyak.
Mengenai hukum memakan daging buaya,[1] telah ada fatwa dari komite tetap untuk riset ilmiyah dan fatwa, kerajaan Saudi Arabia no. 5394[2] yang ditandatangani oleh Ketua komite tersebut Syaikh Abdulaziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah dan dua ulama sebagai anggotanya, yaitu Syaikh Abdurrazaq Afifi dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud –Hafizhahullahu Ta’ala-. Fatwa tersebut disampaikan berkenaan dengan pertanyaan yang disampaikan kepada komite berkenaaan dengan status kehalalan memakan hewan-hewan berikut: Halalkah memakan penyu, kuda laut, buaya dan landak, ataukah semua ini haram? Para ulama menjawab, “Memakan landak hukumnya halal, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi—karena semua itu kotor—atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.” (QS. Al-An’âm [6]: 145)
Juga berdasarkan kaidah, ‘Pada asalnya semua makanan diperbolehkan sampai pasti ada yang memalingkan hukum tersebut.’ Adapun penyu (kura-kura), sejumlah ulama berpendapat bahwa boleh mengonsumsi binatang ini walaupun tanpa disembelih, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 96)
Juga sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang air laut,
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Airnya (laut) itu suci dan bangkainya halal.”
Alangkah lebih selamatnya adalah tetap menyembelihnya, agar keluar dari khilaf. Sedangkan buaya, ada yang berpendapat boleh dimakan seperti ikan berdasarkan keumuman ayat dan hadits di atas. Di sisi lain, ada yang menyatakan haram dimakan, karena termasuk hewan buas yang bertaring. Pendapat yang rajih adalah pendapat pertama. Adapun kuda laut, maka boleh dimakan karena masuk keumuman ayat dan hadits di atas dan tidak adanya dalil yang menentangnya. Juga karena kuda darat halal dimakan berdasarkan dalil dari nash, maka tentunya kuda laut lebih pantas lagi dihalalkan.
Para ulama berbeda pendapat, ada yang memperbolehkan buaya karena ia termasuk hewan air yang tidak disebutkan secara tersurat tentang keharamannya. Sedangkan ulama yang menilai haram dimakan karena ia termasuk binatang yang (khabits), apalagi buaya yang bertaring dan digunakan untuk memperkuat diri, memangsa manusia, dan binatang. Berdasarkan pendapat yang shahih di kalangan ulama termasuk di antara hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi, baik sebagai makanan atau untuk obat-obatan. Hewan ini termasuk hewan buas atau pemangsa (as- sibaa`). Dengan demikian, pengharamannya berdasar pada keumuman As-Sunnah yang melarang setiap hewan buas atau pemangsa. Berdasarkan hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Malik dan selainnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap hewan buas yang bertaring, maka memakannya haram.” (HR. Muslim) Juga karena hewan ini tergolong hewan yang khabits (buruk), dengan begitu pengharamannya berdasar pada keumuman ayat,
“Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” (QS. Al-A’râf [7]: 157)
Sementara itu, terdapat keterangan larangan dari As-Sunnah, berobat dengan sesuatu yang haram. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan kepada kalian.” Dan juga dari hadits Abu Ad-Darda`, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءَ، فَتَدَاوَوا، وَلَا تَتَدَاوَوا بِالْحَرَامِ
“Sesunguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obatnya, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah kalian, tetapi janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.” Dan terdapat beberapa hadits lainnya yang senada. Demikian pula, masih terdapat ragam jenis obat-obatan yang baik dan berkhasiat serta dianjurkan oleh syara` semisal: habbat as-sauda`, madu, minyak zaitun, ragam herbal, dan selainnya.[3]
Ada yang mengharamkan dengan alasan buaya adalah hewan bertaring dan buas sehingga daging dan kulitnya pun diharamkan. Namun ada pula yangg berpendapat halal berdasarkan keumuman dalil bahwa semua binatang yang hidup di air adalah halal dan boleh dimakan. Berikut dikutipkan pendapat yang menyatakan halalnya buaya dari majalah Asy-Syariah no. 80/VII/1433 H/2012, hal. 24-25: Menurut penelitian, hewan-hewan yang disebutkan sebagai hewan yang hidup di dua alam terbagi menjadi tiga.
Hewan yang dihukumi sebagai hewan air, meskipun terkadang dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Termasuk golongan ini adalah anjing laut, ikan lumba-lumba, penyu, dan buaya. Al-Haththab Al-Maghribi Al-Maliki Rahimahullah berkata, “Jika hewan laut tidak hidup selain di lautan dan tidak panjang kehidupannya di daratan, tidak ada problem tentang kesucian bangkainya. Akan tetapi, jika kehidupannya di daratan cukup lama, pendapat yang masyhur menyatakan bahwa bangkainya pun suci. Ini adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah.” (Mawahib Al-Jalil, 1/124)
Setelah menyebutkan pendapat para ulama yang mengecualikan beberapa jenis hewan yang diharamkan dari hewan air, Al-Allamah Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Yang benar, tidak dikecualikan satu pun dari hewan-hewan laut berdasarkan keumuman hadits ini (yaitu hadits, “Dan bangkainya halal,”) dan berdasarkan firman Allah Ta’ala (QS. Al-Mâ`idah [5]: 96) Hal ini umum mencakup seluruh buruan laut dan tidak dikecualikan satu pun.”[4]
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa buaya termasuk hewan buas dan memangsa manusia, telah dijawab oleh Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah, ia berkata, “Tidaklah apa yang diharamkan di darat lalu diharamkan pula yang semisalnya di laut. Sebab, laut adalah habitat tersendiri, bahkan di lautan, ada selain buaya yang bertaring dan menangkap mangsa dengan taringnya, seperti ikan hiu. Ada pula beberapa hewan aneh yang apabila melihat manusia dia akan segera meloncat di atasnya- sebagaimana yang telah diberitakan kepada saya oleh orang-orang yang biasa menyelam di lautan- sehingga berada di atasnya seperti awan mendung, lalu turun perlahan- lahan dan menelannya. Jika telah ditelan, yang ditelan pun mati….” Beliau Rahimahullah kemudian berkata, “Kesimpulannya, di antara hewan-hewan pembunuh ada yang hukumnya halal. Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa yang shahih, buaya tidak dikecualikan (dari golongan hewan laut lainnya, -pen.)” (Asy-Syarhul Mumti,’ Ibnu Utsaimin, 15/34-35) Wallahu A’lam.
Berikut ini ‘getaran sehat‘ mengulas tuntas apa saja manfaat daging buaya:
Daging buaya dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Daging buaya adalah salah satu solusi herbal alami karena kandungan di dalam daging buaya hampir sama pada daging ular dan biawak yang sudah dipercaya khasiatnya sebagai penyembuhan penyakit kulit seperti jamur, gatal-gatal dan eksim. Selain itu, daging buaya memiliki tekstur yang lembut dan rendah kolesterol sehingga jenis daging ini sangat cocok jika dikonsumsi. Daging buaya memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Tepat sekali dikonsumsi pada masa perkembangan otot dan meningkatkan pertumbuhan otot. Olahan daging buaya, seperti sup buaya, sate buaya ataupun digoreng dan ditambah olahraga ringan, akan dapat meningkatkan pembentukan tubuh yang lebih ideal.
Cara pengolahan daging buaya harus dilakukan secara benar, agar parasit dan penyakit yang menempel benar-benar hilang. Daging buaya setelah dipotong-potong, kemudian dilanjutkan dengan proses pembekuan di dalam freezer. Hal tersebut sangat bermanfaat sebagai pencegah perkembangbiakan suatu bakteri atau parasit yang terdapat pada daging buaya. Setelah itu, gunakan cara pengolahan yang benar. Pengolahan yang benar akan mematikan bakteri dan parasit yang tersisa dalam proses pembekuan. Proses pemasakan yang benar dengan sterilisasi. Setiap bagian buaya hampir mempunyai manfaat. Manfaat lain dari buaya adalah kulitnya bisa sebagai bahan kerajinan tangan. Seperti diketahui bahwa sudah banyak para pengrajin aksesoris seperti tas, dompet, hingga tali pinggang menggunakan bahan dari kulit buaya. Selain memiliki kualitas baik, kulit buaya juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi sehingga dapat menjadikan peluang bisnis yang sangat menguntungkan.
Minyak buaya yang diolah
secara asli dan murni tentu saja akan memberikan efek yang baik. Apabila
pengolahannya diberikan berbagai campuran, tentu saja akan menurunkan kulitas
dan manfaatnya. Minyak buaya
bermanfaat untuk mengobati beberapa gangguan penyakit. Penyakit jantung,
malaria, dan paru-paru dapat disembuhkan dengan mengonsumsi minyak buaya.
Selain itu, minyak buaya tidak kalah khasiatnya dengan minyak zaitun yang sangat bermanfaat
untuk menghaluskan kulit. Bagian empedu buaya memiliki khasiat yang hampir sama
dengan hati tupai dan empedu ular yang dapat mengobati berbagai ganguan
penyakit seperti asma, diabetes, dan dapat melancarkan sistem sirkulasi darah.
[1] Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Sumber: https://almanhaj.or.id/4658-hukum-makan-daging-buaya.html
[2] Fatawa Lajnah Ad-Daimah Lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta, 22/319
[3] Sumber:http://ummfulanah.wordpress.com/2009/11/16/makan-daging-buaya/ binatang yg hidup di air.
[4] Tas-hil Al-Ilmam, syarah Bulughul Maram, Shalih Al-Fauzan, 1/20
Jawaban: Buaya merupakan salah satu jenis hewan reptil yang hampir sama dengan biawak. Buaya memiliki tubuh dan taring yang lebih dominan. Buaya tergolong hewan buas pembunuh nomor 1 pada daerah rawa, sungai, dan laut. Di Indonesia keberadaan buaya mungkin sudah sedikit berkurang, akibat pencemaran lingkungan. Populasinya berkurang juga karena adanya pemburuan illegal. Ilegal fishing ini membuat jenis hewan satu ini terancam punah. Buaya adalah salah satu hewan reptil peninggalan zaman purba. Buaya sangat dilindungi keberadaannya, walaupun justru kerap membahayakan. Buaya memiliki berbagai jenis; seperti buaya rawa, buaya sungai, buaya laut dan buaya darat. Masing-masing jenis buaya memiliki teknik membunuh yang mematikan. Berdasarkan penelitian, buaya yang paling banyak memangsa manusia adalah berjenis buaya rawa. Buaya memang monster pembunuh, akan tetapi di balik keganasannya, buaya memiliki berbagai manfaat dan khasiat yang banyak.
Mengenai hukum memakan daging buaya,[1] telah ada fatwa dari komite tetap untuk riset ilmiyah dan fatwa, kerajaan Saudi Arabia no. 5394[2] yang ditandatangani oleh Ketua komite tersebut Syaikh Abdulaziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah dan dua ulama sebagai anggotanya, yaitu Syaikh Abdurrazaq Afifi dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud –Hafizhahullahu Ta’ala-. Fatwa tersebut disampaikan berkenaan dengan pertanyaan yang disampaikan kepada komite berkenaaan dengan status kehalalan memakan hewan-hewan berikut: Halalkah memakan penyu, kuda laut, buaya dan landak, ataukah semua ini haram? Para ulama menjawab, “Memakan landak hukumnya halal, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, yang artinya
“Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi—karena semua itu kotor—atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.” (QS. Al-An’âm [6]: 145)
Juga berdasarkan kaidah, ‘Pada asalnya semua makanan diperbolehkan sampai pasti ada yang memalingkan hukum tersebut.’ Adapun penyu (kura-kura), sejumlah ulama berpendapat bahwa boleh mengonsumsi binatang ini walaupun tanpa disembelih, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 96)
Juga sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang air laut,
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Airnya (laut) itu suci dan bangkainya halal.”
Alangkah lebih selamatnya adalah tetap menyembelihnya, agar keluar dari khilaf. Sedangkan buaya, ada yang berpendapat boleh dimakan seperti ikan berdasarkan keumuman ayat dan hadits di atas. Di sisi lain, ada yang menyatakan haram dimakan, karena termasuk hewan buas yang bertaring. Pendapat yang rajih adalah pendapat pertama. Adapun kuda laut, maka boleh dimakan karena masuk keumuman ayat dan hadits di atas dan tidak adanya dalil yang menentangnya. Juga karena kuda darat halal dimakan berdasarkan dalil dari nash, maka tentunya kuda laut lebih pantas lagi dihalalkan.
Para ulama berbeda pendapat, ada yang memperbolehkan buaya karena ia termasuk hewan air yang tidak disebutkan secara tersurat tentang keharamannya. Sedangkan ulama yang menilai haram dimakan karena ia termasuk binatang yang (khabits), apalagi buaya yang bertaring dan digunakan untuk memperkuat diri, memangsa manusia, dan binatang. Berdasarkan pendapat yang shahih di kalangan ulama termasuk di antara hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi, baik sebagai makanan atau untuk obat-obatan. Hewan ini termasuk hewan buas atau pemangsa (as- sibaa`). Dengan demikian, pengharamannya berdasar pada keumuman As-Sunnah yang melarang setiap hewan buas atau pemangsa. Berdasarkan hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Malik dan selainnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap hewan buas yang bertaring, maka memakannya haram.” (HR. Muslim) Juga karena hewan ini tergolong hewan yang khabits (buruk), dengan begitu pengharamannya berdasar pada keumuman ayat,
“Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” (QS. Al-A’râf [7]: 157)
Sementara itu, terdapat keterangan larangan dari As-Sunnah, berobat dengan sesuatu yang haram. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan kepada kalian.” Dan juga dari hadits Abu Ad-Darda`, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءَ، فَتَدَاوَوا، وَلَا تَتَدَاوَوا بِالْحَرَامِ
“Sesunguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obatnya, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah kalian, tetapi janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.” Dan terdapat beberapa hadits lainnya yang senada. Demikian pula, masih terdapat ragam jenis obat-obatan yang baik dan berkhasiat serta dianjurkan oleh syara` semisal: habbat as-sauda`, madu, minyak zaitun, ragam herbal, dan selainnya.[3]
Ada yang mengharamkan dengan alasan buaya adalah hewan bertaring dan buas sehingga daging dan kulitnya pun diharamkan. Namun ada pula yangg berpendapat halal berdasarkan keumuman dalil bahwa semua binatang yang hidup di air adalah halal dan boleh dimakan. Berikut dikutipkan pendapat yang menyatakan halalnya buaya dari majalah Asy-Syariah no. 80/VII/1433 H/2012, hal. 24-25: Menurut penelitian, hewan-hewan yang disebutkan sebagai hewan yang hidup di dua alam terbagi menjadi tiga.
Hewan yang dihukumi sebagai hewan air, meskipun terkadang dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Termasuk golongan ini adalah anjing laut, ikan lumba-lumba, penyu, dan buaya. Al-Haththab Al-Maghribi Al-Maliki Rahimahullah berkata, “Jika hewan laut tidak hidup selain di lautan dan tidak panjang kehidupannya di daratan, tidak ada problem tentang kesucian bangkainya. Akan tetapi, jika kehidupannya di daratan cukup lama, pendapat yang masyhur menyatakan bahwa bangkainya pun suci. Ini adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah.” (Mawahib Al-Jalil, 1/124)
Setelah menyebutkan pendapat para ulama yang mengecualikan beberapa jenis hewan yang diharamkan dari hewan air, Al-Allamah Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah mengatakan, “Yang benar, tidak dikecualikan satu pun dari hewan-hewan laut berdasarkan keumuman hadits ini (yaitu hadits, “Dan bangkainya halal,”) dan berdasarkan firman Allah Ta’ala (QS. Al-Mâ`idah [5]: 96) Hal ini umum mencakup seluruh buruan laut dan tidak dikecualikan satu pun.”[4]
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa buaya termasuk hewan buas dan memangsa manusia, telah dijawab oleh Al-Allamah Ibnu Utsaimin Rahimahullah, ia berkata, “Tidaklah apa yang diharamkan di darat lalu diharamkan pula yang semisalnya di laut. Sebab, laut adalah habitat tersendiri, bahkan di lautan, ada selain buaya yang bertaring dan menangkap mangsa dengan taringnya, seperti ikan hiu. Ada pula beberapa hewan aneh yang apabila melihat manusia dia akan segera meloncat di atasnya- sebagaimana yang telah diberitakan kepada saya oleh orang-orang yang biasa menyelam di lautan- sehingga berada di atasnya seperti awan mendung, lalu turun perlahan- lahan dan menelannya. Jika telah ditelan, yang ditelan pun mati….” Beliau Rahimahullah kemudian berkata, “Kesimpulannya, di antara hewan-hewan pembunuh ada yang hukumnya halal. Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa yang shahih, buaya tidak dikecualikan (dari golongan hewan laut lainnya, -pen.)” (Asy-Syarhul Mumti,’ Ibnu Utsaimin, 15/34-35) Wallahu A’lam.
Berikut ini ‘getaran sehat‘ mengulas tuntas apa saja manfaat daging buaya:
Daging buaya dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Daging buaya adalah salah satu solusi herbal alami karena kandungan di dalam daging buaya hampir sama pada daging ular dan biawak yang sudah dipercaya khasiatnya sebagai penyembuhan penyakit kulit seperti jamur, gatal-gatal dan eksim. Selain itu, daging buaya memiliki tekstur yang lembut dan rendah kolesterol sehingga jenis daging ini sangat cocok jika dikonsumsi. Daging buaya memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Tepat sekali dikonsumsi pada masa perkembangan otot dan meningkatkan pertumbuhan otot. Olahan daging buaya, seperti sup buaya, sate buaya ataupun digoreng dan ditambah olahraga ringan, akan dapat meningkatkan pembentukan tubuh yang lebih ideal.
Cara pengolahan daging buaya harus dilakukan secara benar, agar parasit dan penyakit yang menempel benar-benar hilang. Daging buaya setelah dipotong-potong, kemudian dilanjutkan dengan proses pembekuan di dalam freezer. Hal tersebut sangat bermanfaat sebagai pencegah perkembangbiakan suatu bakteri atau parasit yang terdapat pada daging buaya. Setelah itu, gunakan cara pengolahan yang benar. Pengolahan yang benar akan mematikan bakteri dan parasit yang tersisa dalam proses pembekuan. Proses pemasakan yang benar dengan sterilisasi. Setiap bagian buaya hampir mempunyai manfaat. Manfaat lain dari buaya adalah kulitnya bisa sebagai bahan kerajinan tangan. Seperti diketahui bahwa sudah banyak para pengrajin aksesoris seperti tas, dompet, hingga tali pinggang menggunakan bahan dari kulit buaya. Selain memiliki kualitas baik, kulit buaya juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi sehingga dapat menjadikan peluang bisnis yang sangat menguntungkan.
Minyak buaya yang diolah
secara asli dan murni tentu saja akan memberikan efek yang baik. Apabila
pengolahannya diberikan berbagai campuran, tentu saja akan menurunkan kulitas
dan manfaatnya. Minyak buaya
bermanfaat untuk mengobati beberapa gangguan penyakit. Penyakit jantung,
malaria, dan paru-paru dapat disembuhkan dengan mengonsumsi minyak buaya.
Selain itu, minyak buaya tidak kalah khasiatnya dengan minyak zaitun yang sangat bermanfaat
untuk menghaluskan kulit. Bagian empedu buaya memiliki khasiat yang hampir sama
dengan hati tupai dan empedu ular yang dapat mengobati berbagai ganguan
penyakit seperti asma, diabetes, dan dapat melancarkan sistem sirkulasi darah.
[1] Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Sumber: https://almanhaj.or.id/4658-hukum-makan-daging-buaya.html
[2] Fatawa Lajnah Ad-Daimah Lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta, 22/319
[3] Sumber:http://ummfulanah.wordpress.com/2009/11/16/makan-daging-buaya/ binatang yg hidup di air.
[4] Tas-hil Al-Ilmam, syarah Bulughul Maram, Shalih Al-Fauzan, 1/20
Artikel ini dikutip dari Buku HALAL HARAM HEWAN LAUT Terbitan DARUS SUNNAH, hal 94-101

